Related Posts with Thumbnails

Monday, January 17, 2005

Tatapan Penuh Kasih - kutip dr. email ku hari ni

Pernahkah anda menatap wajah orang-orang terdekat dengan anda ketika ia sedang tidur? Kalau belum, cubalah sekali sahaja menatap wajah-wajah ketenangan mereka ketika sedang tidur. Ketika itu yang kelihatan adalah ekspresi paling wajar dan paling jujur dari seseorang.

Seorang artis yang ketika di panggung, di layar perak, di kaca tv begitu cantik dan gemerlapan pun boleh jadi akan kelihatan sederhana dan jauh berbeza jika ia sedang tidur. Orang paling kejam di dunia pun jika ia sudah tidur tidak akan kelihatan wajah bengisnya.

Perhatikanlah ayah anda ketika beliau sedang tidur. Sedarilah, betapa badan yang dulu sasa dan gagah itu kini semakin tua dan lemah, betapa rambut-rambut putih mulai menghiasi kepalanya, betapa kerut merut mulai terpahat di wajahnya. Orang inilah yang setiap hari bekerja keras untuk kesejahteraan kita, anak-anaknya. Orang inilah rela melakukan apa sahaja asal perut kita kenyang dan pendidikan kita lancar.

Sekarang, beralihlah. Lihatlah ibu anda. Hmm... kulitnya mulai keriput dan tangan yang dulu halus membelai-belai tubuh bayi kita itu kini kasar kerana tempaan hidup yang keras. Orang inilah yang tiap hari mengurus keperluan kita. Orang inilah yang paling rajin mengingatkan dan mengomeli kita semata-mata kerana rasa kasih dan sayang, dan sayangnya, itu sering kita salah ertikan.

Cubalah menatap wajah orang-orang tercinta itu : Ayah, Ibu, Suami, Isteri, Kakak, Abang, Adik, Anak, Sahabat, Semuanya. Rasakanlah sensasi yang timbul sesudahnya. Rasakanlah energi cinta yang mengalir perlahan-lahan ketika menatap wajah yang terlelap itu. Rasakanlah getaran cinta yang mengalir deras ketika mengingat betapa banyaknya pengorbanan yang telah dilakukan orang-orang itu untuk kebahagiaan anda.

Pengorbanan yang kadang tertutup oleh kesalah-fahaman kecil yang entah kenapa selau sahaja nampak besar. Secara ajaib Tuhan mengatur agar pengorbanan itu dapat kelihatan lagi melalui wajah-wajah jujur mereka ketika sedang tidur.

Pengorbanan yang kadang melelahkan namun enggan mereka ungkapkan. Dan ekspresi wajah ketika tidur pun mengungkap segalanya. Tanpa kata, tanpa suara dia berkata : "betapa lelahnya aku hari ini". Dan penyebab lelah itu? Untuk siapa dia berlelah-lelah? Tidak lain adalah kita. Suami yang bekerja keras mencari nafkah, isteri yang bekerja keras mengurus dan mendidik anak, juga rumah. Kakak, abang, adik, anak, dan sahabat yang telah melalui hari-hari suka dan duka bersama kita. Resapilah kenangan-kenangan manis dan pahit yang pernah terjadi dengan menatap wajah-wajah mereka.

Rasakanlah betapa kebahagiaan dan keharuan seketika terganggu jika mengingat itu semua. Bayangkanlah apa yang akan terjadi jika keesokan hari mereka; orang-orang yang dikasihi itu tidak lagi membuka matanya, selama-lamanya... ..

If you can touch it and you can see it, it's REAL.
If you can touch it but you can't see it, it's TRANSPARENT.
If you can't touch it but you can see it, it's VIRTUAL.
If you can't touch it and you can't see it, it's GONE.

Tuesday, January 11, 2005

Satu Permulaan

Assalamualaikum & Salam Sejahtera.

11 Januari 2005.

Aku mula mencipta satu sejarah kecil dlm hidup aku. Inilah dia Blog aku, baru je aku nak berjinak dgn alam blog ni. Walaupun aku rasa cam janggal pulak aku menaip mcm-mcm ni. Aku harap bolehlah kiranya blogger2 yg dah lama berkongsi pengalaman dgn aku.
Ok...jumpa lagi....

SUDAH SEDEMIKIAN KERASKAH HATI INI?

Sesuatu yg ku kutip dr. peti surat elektronik ku ;

> SUDAH SEDEMIKIAN KERASKAH HATI INI?
>
> Didalam perjalanan menuju kepejabat, aku terlelap menikmati
> sejuknya udara dalam bas. Seketika aku seperti terlihat dalam
> kesamaran mataku susuk tubuh seorang ibu setengah umur berdiri
> tidak jauh dari tempat dudukku. Tetapi, rasa ngantuk dan lelahku
> mengalahkan niat baik untuk memberikan tempat duduk untuk ibu
> tersebut.
>
> Turun dari bas, baru lah sisi baik hati ini bergumam; " Andai aku
> berikan tempat duduk kepada ibu tadi, mungkin pagi hari ini
> keberkahan dapat kuraih ".
>
> " Siapa tahu redha Allah untuk ku di hari ini dari doa dan terima
> kasih ibu itu jika saja kuberikan tempat dudukku ... "
>
> Ah.......kenapa baru kemudian diri ini menyesal?
>
> Semalam dalam perjalanan pulang dengan kereta api, duduk
> didepanku seorang lelaki tua berusia lewat 50an. Muncul seorang
> penjual air minuman, dan dia segera menggamit untuk membeli.
> Tangan kirinya memegang secawan air minuman sementara tangan
> satunya meraba-raba sakunya. Sesaat dia memperhatikan beberapa
> keping yang ia mampu raih dari bahagian terdalam sakunya, ternyata..
> dia mengembalikan secawan air minuman yang sudah digenggamnya
> kepada penjual air sambil menahan rasa hausnya.
>
> Aku yang sedari tadi di depan lelaki tua itu hanya dapat menjadikan
> serangkaian adegan itu sebagai tontonan. Tidak ada tawaran
> kebaikan keluar dari mulut ini untuk membelikannya air minuman,
> meski di sakuku terdapat sejumlah wang yang bahkan dapat untuk
> membeli lebih dari secawan air! Bayangkan, cuma RM1.00 yang
> diperlukan lelaki tua itu.... tetapi hati ini tak juga tergerak?
>
> Kelmarin, sebelum Isyak, juga dalam perjalanan pulang. Hanya
> berjarak 200 meter dari pejabat, aku melihat pemandangan yang
> menyentuh hati. Di pinggir jalan, satu keluarga sedang menikmati
> juadah kecil berbuka puasa mereka. Suami, isteri beserta dua
> anaknya itu tetap lahap meski yang mereka nikmati hanya sebungkus
> kuih entah pemberian siapa. Sempat langkah ini terhenti setelah
tujuh
> atau delapan langkah melepasi mereka, sempat pula aku berfikir
> untuk menghampiri keluarga itu untuk sekedar mengajak mereka
> makan. Tapi ... bayangan ingin segera bertemu anak-anakku di rumah
> mengalihkan langkahku untuk meneruskan perjalanan.
>
> Padahal, dengan wang yang aku miliki saat itu, sepuluh bungkus nasi
> goreng pun dapat aku belikan. Apalagi jumlah mereka hanya empat
> orang. Dan kalau pun harus tergesa-gesa, namun semestinya aku masih
> boleh memberikan sejumlah wang untuk makan mereka malam itu, atau
> juga untuk sahur esok hari. Ahhhh, kenapa kaki ini justeru
> meneruskan langkah sekadar untuk memburu kucupan anak-anakku
> sebelum mereka tidur?
>
> Selepas sahur, aku cuba renungi semua perjalanan hidup ini. Tak
> terasa, hari demi hari di bulan Ramadhan mulai berlalu. Bulan yang
> seharusnya menjadikan kita lebih dekat kepada Allah dan sesama
> manusia, melatih kita untuk mampu mengendalikan diri dan
> mempertajam kepekaan sosial.... ternyata belum berbekas pada diri
> ini. Ya Allah, sudah sedemikian keraskah hati ini? Sehingga tanpa
> rasa berdosa kulepaskan begitu banyak kesempatan berbuat baik.
> Bukankah selama ini aku selalu berdoa agar Engkau memberikanku
> kemudahan untuk berbuat baik terhadap sesama? Tetapi ketika
> Engkau berikan jalan itu, aku malah melepaskannya.
>
> Berikan kesempatan itu lagi untukku, Ya Allah...
>
> Yesterday is history,
> Tommorow's a mystery,
> Today's a gift,
> That's why we call it the Present.
>
> "Each day I wake in gratitude.
> Thanking Allah,
> He let me rise
> And To Him I only
> Seek His assistance."