Related Posts with Thumbnails

Tuesday, January 11, 2005

SUDAH SEDEMIKIAN KERASKAH HATI INI?

Sesuatu yg ku kutip dr. peti surat elektronik ku ;

> SUDAH SEDEMIKIAN KERASKAH HATI INI?
>
> Didalam perjalanan menuju kepejabat, aku terlelap menikmati
> sejuknya udara dalam bas. Seketika aku seperti terlihat dalam
> kesamaran mataku susuk tubuh seorang ibu setengah umur berdiri
> tidak jauh dari tempat dudukku. Tetapi, rasa ngantuk dan lelahku
> mengalahkan niat baik untuk memberikan tempat duduk untuk ibu
> tersebut.
>
> Turun dari bas, baru lah sisi baik hati ini bergumam; " Andai aku
> berikan tempat duduk kepada ibu tadi, mungkin pagi hari ini
> keberkahan dapat kuraih ".
>
> " Siapa tahu redha Allah untuk ku di hari ini dari doa dan terima
> kasih ibu itu jika saja kuberikan tempat dudukku ... "
>
> Ah.......kenapa baru kemudian diri ini menyesal?
>
> Semalam dalam perjalanan pulang dengan kereta api, duduk
> didepanku seorang lelaki tua berusia lewat 50an. Muncul seorang
> penjual air minuman, dan dia segera menggamit untuk membeli.
> Tangan kirinya memegang secawan air minuman sementara tangan
> satunya meraba-raba sakunya. Sesaat dia memperhatikan beberapa
> keping yang ia mampu raih dari bahagian terdalam sakunya, ternyata..
> dia mengembalikan secawan air minuman yang sudah digenggamnya
> kepada penjual air sambil menahan rasa hausnya.
>
> Aku yang sedari tadi di depan lelaki tua itu hanya dapat menjadikan
> serangkaian adegan itu sebagai tontonan. Tidak ada tawaran
> kebaikan keluar dari mulut ini untuk membelikannya air minuman,
> meski di sakuku terdapat sejumlah wang yang bahkan dapat untuk
> membeli lebih dari secawan air! Bayangkan, cuma RM1.00 yang
> diperlukan lelaki tua itu.... tetapi hati ini tak juga tergerak?
>
> Kelmarin, sebelum Isyak, juga dalam perjalanan pulang. Hanya
> berjarak 200 meter dari pejabat, aku melihat pemandangan yang
> menyentuh hati. Di pinggir jalan, satu keluarga sedang menikmati
> juadah kecil berbuka puasa mereka. Suami, isteri beserta dua
> anaknya itu tetap lahap meski yang mereka nikmati hanya sebungkus
> kuih entah pemberian siapa. Sempat langkah ini terhenti setelah
tujuh
> atau delapan langkah melepasi mereka, sempat pula aku berfikir
> untuk menghampiri keluarga itu untuk sekedar mengajak mereka
> makan. Tapi ... bayangan ingin segera bertemu anak-anakku di rumah
> mengalihkan langkahku untuk meneruskan perjalanan.
>
> Padahal, dengan wang yang aku miliki saat itu, sepuluh bungkus nasi
> goreng pun dapat aku belikan. Apalagi jumlah mereka hanya empat
> orang. Dan kalau pun harus tergesa-gesa, namun semestinya aku masih
> boleh memberikan sejumlah wang untuk makan mereka malam itu, atau
> juga untuk sahur esok hari. Ahhhh, kenapa kaki ini justeru
> meneruskan langkah sekadar untuk memburu kucupan anak-anakku
> sebelum mereka tidur?
>
> Selepas sahur, aku cuba renungi semua perjalanan hidup ini. Tak
> terasa, hari demi hari di bulan Ramadhan mulai berlalu. Bulan yang
> seharusnya menjadikan kita lebih dekat kepada Allah dan sesama
> manusia, melatih kita untuk mampu mengendalikan diri dan
> mempertajam kepekaan sosial.... ternyata belum berbekas pada diri
> ini. Ya Allah, sudah sedemikian keraskah hati ini? Sehingga tanpa
> rasa berdosa kulepaskan begitu banyak kesempatan berbuat baik.
> Bukankah selama ini aku selalu berdoa agar Engkau memberikanku
> kemudahan untuk berbuat baik terhadap sesama? Tetapi ketika
> Engkau berikan jalan itu, aku malah melepaskannya.
>
> Berikan kesempatan itu lagi untukku, Ya Allah...
>
> Yesterday is history,
> Tommorow's a mystery,
> Today's a gift,
> That's why we call it the Present.
>
> "Each day I wake in gratitude.
> Thanking Allah,
> He let me rise
> And To Him I only
> Seek His assistance."

0 komen: